KARAWANG, iNews.id - Konfercab (Konferensi Cabang) PCNU (Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama) Karawang ke-21 yang digelar pada 25-26 Maret 2022 di pondok pesantren Attarbiyah, Telagasari, Karawang ternyata menimbulkan ekses.
Beberapa orang yang mengklaim mewakili 19 MWC (Majelis Wakil Cabang) NU Karawang menolak hasil Konfercab PCNU ke-21.
Mereka mengaku tidak puas dengan hasil Konfercab lantaran merasa dicurangi. Buntutnya mereka mengadukan dugaan kecurangan Konfercab ke PBNU (Pengurus Besar NU).
Inisiator penolakan hasil Konfercab PCNU Abdul Majid menuturkan pihaknya sudah mendatangi markas PBNU di Jakarta. Sebelumnya, pihaknya juga sudah mengirim surat pengaduan pada 16 April 2022 ke PWNU (Pengurus Wilayah NU) Jawa Barat.
Dalam surat ke PWNU Jabar dan PBNU, Majid membeberkan dugaan kecurangan dalam Konfercab PCNU. Mulai dari pemilihan tempat, penunjukan panitia pelaksana, penyusunan tata tertib Konfercab, dan pengondisian calon Ahwa serta Rois terpilih yang kemudian diminta untuk mengeluarkan hak veto.
Seperti diketahui, KH Ahmad Ruchyat Hasby kembali terpilih di Konfercab PCNU Karawang. Ahmad Ruchyat disebut-sebut sebagai pemilik pondok pesantren Attarbiyah, tuan rumah Konfercab.
Majid menambahkan, PWNU Jawa Barat tidak melakukan tabayun atau klarifikasi dan verifikasi atas penyampaian aspirasi dari 19 MWC NU Karawang dalam surat pengaduan.
"Secara tertulis, kami menuntut agar PBNU membentuk tim khusus untuk mengkaji hasil konfercab di Karawang. Kemudian, menunjuk atau mengangkat Caretaker Ketua PCNU Karawang, dan kami minta untuk secepatnya dilaksanakan Konfercab ulang PCNU Kabupaten Karawang, yang Pelaksanaannya di Kantor PBNU Jakarta," kata Majid kepada wartawan.
Majid juga menyebutkan, secara detail dugaan kecurangan pada pelaksanaan Konfercab PCNU ke-21 Kabupaten Karawang sudah dibeberkan ke PBNU disertai bukti-bukti pendukungnya.
"Secepatnya kami menunggu tindak lanjut dari PBNU," cetusnya.
Sementara itu di tempat terpisah, Ketua Steering Committee Konfercab PCNU Emay Ahmad Maehi menganggap aduan 19 perwakilan MWC ke PBNU sebagai hal yang biasa dan memang bukan hal yang aneh di dalam tubuh NU di Karawang. Menurutnya, NU memang sangat kaya dengan dinamika.
"Bagi warga NU, itu hal lumrah dan merupakan dinamika di keluarga besar NU,'" ujarnya melalui telepon selular.
"Atas semua argumentasi protes 19 MWC itu, sebenarnya bisa dijawab dengan argumentasi regulatif. Lalu, kalau persoalannya adalah sarana kegiatan (konfercab) yang kurang memadai berarti kaitannya dengan OC. Sedangkan, kalau yang dipersoalkan adalah materi persidangan berarti menyangkut SC. Sementara, yang diprotes oleh ke-19 MWC ini adalah hasil pemilihan, berarti kaitannya dengan PWNU Jawa Barat, karena yang memimpin persidangan adalah PWNU provinsi. Kalau materi persidangan itu sudah dibahas dan disepakati. Saya kira sudah tidak ada masalah, sebab tata tertib sudah dibahas bersama-sama," ujar Emay.
Dia juga menjelaskan, sebagai ketentuan yang fundamental, setelah acara Konfercab dan sebelum SK diturunkan PBNU, panitia wajib meminta rekomendasi kepada PWNU Jawa Barat sebagai syarat primer untuk pembuatan SK.
"Nah, ini syarat primer sudah dikeluarkan PWNU. Jadi secara prosedural dan regulatif sudah tidak ada lagi problem," terangnya.
Adapun kaitan dengan 19 MWC yang mengadu ke PBNU, lanjut Emay, faktanya pemegang hak mandataris itu adalah Ketua MWC. Lalu, pertanyaannya apakah yang datang ke PBNU adalah Ketua MWC atau hanya perwakilan saja?
"Untuk menjaga nama baik kaluarga besar NU, saya berharap ini tidak dibesar-besarkan. Karena, faktanya mereka (Ketua MWC) yang ikut Konfercab, kok mereka juga yang ikut mengadu," timpalnya.
Editor : Faizol Yuhri
Artikel Terkait