KARAWANG, iNEWSKarawang.id - Fenomena buzzer politik semakin mengkhawatirkan di tengah dinamika demokrasi Indonesia. Keberadaan mereka yang kerap beroperasi di media sosial dinilai telah menciptakan polarisasi, menyebarkan disinformasi, dan mengancam kebebasan berpendapat.
Para buzzer politik, yang sering kali berafiliasi dengan partai atau tokoh tertentu, menggunakan akun media sosial untuk menggiring opini publik, menyerang lawan politik, bahkan membungkam kritik terhadap pemerintah atau tokoh politik tertentu.
Hendry Roris Sianturi, dosen dan peneliti di bidang Media dan Jurnalisme Universitas Singaperbangsa Karawang (UNSIKA), menyoroti maraknya penggunaan buzzer politik di media sosial. Menurutnya hal itu mengancam kualitas demokrasi digital saat ini.
Ia menilai buzzer sebagai alat propaganda digital yang menciptakan polarisasi dan manipulasi opini publik.
“Buzzer itu sebagai alat propaganda digital, yang membentuk polarisasi dan dinamika politik. Cara kerjanya dengan memanipulasi opini publik atau menciptakan citra politik sosok tertentu,” tegas Hendry. Minggu,(11/5/2025).
Ia menyebut, tidak adanya regulasi dan etika politik yang jelas terkait penggunaan buzzer memperparah penyebaran disinformasi, termasuk penggunaan akun palsu hingga teknologi deepfake untuk memengaruhi persepsi masyarakat.
“Di Amerika Serikat, buzzer sangat sering digunakan. Karena itu, saya menyebutnya sebagai penumpang gelap demokrasi,” ujarnya.
Editor : Frizky Wibisono
Artikel Terkait