KARAWANG, iNewskarawang.id - Ketua Serikat Nelayan Nahdlatul Ulama (SNNU) Jawa Barat, Muslim Hafidz angkat suara soal kebijakan ekspor pasir laut pada Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Dikatakan oleh Hafidz, pembukaan ekspor pasir laut akan membawa imbas negatif
terhadap lingkungan pesisir.
"Penjualan Pasir laut akan mengganggu kehidupan masyarakat pesisir yang menggantungkan hidup mereka pada laut. Kemudian untuk jangka panjang, kebijakan tersebut juga berpotensi mempercepat dampak bencana iklim." Katanya
Lebih lanjut, kata Hafidz, Pada 2002 pemerintah melarang ekspor pasir laut lewat Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Kelautan dan Perikanan dan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 89/MPP/Kep/2/2002, Nomor SKB.07/MEN/2/2002, dan Nomor 01/MENLH/2/2002 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut.
"Dalam SK itu disebutkan alasan pelarangan ekspor untuk mencegah kerusakan lingkungan berupa tenggelamnya pulau-pulau kecil. Saat itu, sejumlah pulau kecil di sekitar daerah terluar dari batas wilayah Indonesia di Kepulauan Riau tenggelam akibat penambangan pasir," jelasnya
Masih kata Hafidz, belum lagi ditambah persoalan batas wilayah laut antara Indonesia dan Singapura yang belum terselesaikan.
"Sementara proyek reklamasi di Singapura yang mendapatkan bahan bakunya dari pasir laut perairan Riau pun dikhawatirkan mempengaruhi batas wilayah antara kedua negara," terangnya
Dengan hal tersebut, dirinya meminta Presiden Joko Widodo sebaiknya mencabut PP nomor 26 Tahun 2023 serta meminta komisi IV DPR-RI untuk memanggil Menteri Perikanan dan Kelautan untuk dimintai klarifikasi.
"inget batas wilayah laut Indonesia dan Singapura belum selesai dan berdasarkan informasi yang terpercaya cadangan pasir laut Singapore mulai kosong" tandasnya.
Editor : Frizky Wibisono
Artikel Terkait