JAKARTA,iNewskarawang.id - Komando Pasukan Khusus ( Kopassus ) yang memiliki ciri khas Baret Merah dengan semboyan “Lebih Baik Pulang Nama daripada Gagal Dalam Tugas” ini selalu menorehkan tinta emas di setiap medan operasi.
Seperti keberhasilan mereka dalam operasi pembebasan ratusan sandera di Tembagapura, Papua, belum lama ini. Peristiwa penyanderaan tersebut dilakukan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) pada 17 November 2017.
Kala itu, Kelompok Kriminal Besenjata (KKB) di bawah pimpinan Tenny Kwalik dan Ayub Waker menyerbu permukiman warga yang berada di tiga kampung yakni, Kampung Kimbeli, Kampung Banti dan Kampung Longsoran.
Mereka kemudian menggiring para sandera baik masyarakat pendatang maupun warga lokal ke lapangan yang berada di Kampung Utikini, Kabupaten Mimika.
Selama lebih dari dua minggu, kelompok bersenjata yang tergabung dalam Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN OPM) ini menyandera warga.
Mereka tidak mengizinkan masyarakat untuk beraktivitas keluar kampung dan membeli makanan. Akibatnya, tidak sedikit dari sandera yang terpaksa memakan daun-daunan untuk bertahan hidup.
Menyikapi situasi tersebut, pemerintah melalui Kapolda Papua Irjen Pol Boy Rafli Amar dan Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI George Elnadus Supit terus berupaya melakukan pendekatan persuasif. Namun sayangnya, upaya tersebut tidak pernah mendapat respons dari TPN OPM.
Mengingat situasi yang semakin pelik, lantaran banyak di antara para sandera merupakan ibu dan anak-anak maka pemerintah akhirnya memutuskan untuk menggelar operasi militer dengan membentuk Tim Maleo. Tim ini terdiri dari 13 prajurit-prajurit pilihan Korps Baret Merah yang memiliki kemampuan khusus.
Mereka adalah, Sertu Ricci Broury Papua Jaya, Lettu Inf. Syukma Putra Aditya, Lettu Inf. Agung Damar, Sertu Faisal Tanjung, Praka Fitra Musa, Praka Salim, Praka Widiantoro. Termasuk Serka Rinaldo Oscar, Praka Eko Yudhi Afriansyah, Praka Syadam Hosen, Praka Iqbal, Praka Densi, Praka Sholeh. Dikutip dari buku berjudul “Tim Maleo: Operasi Pembebasan Sandera Tembagapura 17 November 2017” yang ditulis Dansat 81 Kopassus Letkol Charles Aling, Tim Maleo Kopassus yang diback up tim 751/raider mendapat tugas strategis yaitu menguasai Kampung Kimbeli dan Banti 2 tempat di mana masyarakat disandera.
Sedangkan, Taipur/Kostrad ditugaskan menguasai Kampung Banti 1. Sementara Tim 754/ENK Brimob dan 1 Tim Taipur/Kostrad menguasai Kampung Utikini, Kampung Kalimbuah hingga Kampung Longsoran. Tepat pada 13 November 2017 infiltrasi dilakukan oleh Tim Maleo Kopassus.
“Kalian adalah satuan Kopassus. Ingat tugas operasi adalah kehormatan. Lebih baik pulang nama daripada gagal di medan tugas. Intinya tugas harus berhasil jangan sampai ada korban masyarakat,” kata Dansatgasban Intel-15 Kolonel Inf. Agung Winatha dikutip SINDOnews Selasa, (16/5/2023)
Dengan senyap para prajurit pilihan tersebut mulai menyisir hutan belantara di Bumi Papua. Medan yang sulit karena berlumut dengan jurang di sisi kanan kirinya tak menyurutkan para prajurit terbaik tersebut untuk menyerah.
Setelah melalui perjalanan panjang yang menyulitkan dan penuh tantangan, para prajurit Kopassus akhirnya tiba di titik yang dituju pada 15 November sesuai dengan rencana. Namun, rencana penyerbuan gagal lantaran ada sejumlah tim yang belum tiba di lokasi sasaran. Minum Air Sungai dan Hujan untuk Bertahan Hidup
Di tengah guyuran hujan deras dan cuaca yang sangat dingin, para prajurit Kopassus harus menunggu waktu untuk membebaskan sandera. Kondisi yang dialami para prajurit semakin parah karena kelaparan.
Hal itu lantaran bekal makanan yang dibawa habis dalam perjalanan. Meski begitu mereka tidak menyerah dan memilih untuk meminum air hujan dan air sungai untuk bertahan hidup.
"Malam itu lengkaplah ujian kami perbekalan habis dan diguyur hujan deras. Tapi kami tetap waspada. Kami saling menjaga agar tidak lengah karena stamina kami turun," ujar Komandan Tim Pembebasan
Editor : Frizky Wibisono
Artikel Terkait