Politikus asal Denmark, Rasmus Paludan Buat Aksi Bakar Alquran Tuai Kecaman Negara Muslim

Nevirza Wahyu Utami/Frizky Wibisono
Rasmus Paludan (Foto : Routers)

JAKARTA, iNewsKarawang.id - Seorang politikus asal Denmark, Rasmus Paludan kembali membuat aksi kontroversial dengan membakar salinan Al-quran didepan Kedutaan Besar Turki di Stockholm pada Sabtu, (21/1/23). Ia meyakini aksinya tersebut merupakan bentuk kebebasan berekspresi.

Aksi Paludan akhirnya menuai kecaman dari berbagai pihak, khususnya dari negara yang mayoritas penduduknya beragama islam. Kepercayaan diri Paludan tidak lepas dari izin keleluasa di Swedia yang menganggap aksinya merupakan bentuk kebebasan berekspresi. 

Sebagai respons, Turki menolak kunjungan Menteri Pertahanan Swedia Pal Jonson ke Ankara yang seharusnya berlangsung pada Sabtu lalu untuk membicarakan rencana keanggotaan negaranya ke dalam NATO.

Aksi pembakaran Alquran pada Sabtu lalu bukanlah yang pertama dilakukan Paludan. Politikus sayap kanan yang sangat membenci imigran itu juga pernah melakukan aksi yang sama pada April 2022. Tak hanya itu, dia juga menistakan Alquran yakni dengan menyertakan bersama dengan daging babi pada 2019.

Lantas , siapakah Rasmus Paludan itu?

Paludan dikenal sebagai pemimpin partai politik sayap kanan Denmark, Stram Kurs. Dia juga kerap melakukan berbagai aksi kontroversial, lain seperti rasisme dan penghinaan terhadap Islam. Gerakan ekstremnya itu ternyata justru mengantarkannya duduk sebagai pemimpin Stram Kurs, kelompok di Swedia yang terkenal dengan gerakan Islamofobianya.

Paludan lahir di Selandia Utara, Denmark, pada 2 Januari 1982. Ayahnya, Thomas Polvall, berasal dari Swedia dan bekerja sebagai wartawan. Oleh karena itu Paludan memiliki dua kewarganegaraan. Dia memiliki dua saudara kandung, yakni kakaknya Tine Paludan seorang penyair terkenal dan adiknya Martin Paludan seorang penulis. 

Paludan menempuh pendidikan di Universitas Kopenhagen pada 2001 dan mengambil jurusan hukum. Dia tidak melanjutkan kuliahnya karena mengalami kecelakaan hebat saat bersepeda pada 2005. Paludan dinyatakan mengalami cedera kepala serius hingga keadaannya kritis. Usai menjalani operasi, pria 41 tahun itu kembali sehat dan dapat beraktivitas kembali. Namun, pasca kecelakaan, keluarga dan orang-orang di sekitarnya menyebut Paludan lebih temperamental. Paludan juga menyadari jika dirinya kerap merasakan perubahan temperamen secara tiba-tiba pasca-kecelakaan tersebut.

Pria yang juga pernah menjadi dosen salah satu universitas Swedia itu beberapa kali melakukan aksi yang memicu kerusuhan di tempat-tempat yang dihuni banyak warga Muslim. Lewat aksi provokatifnya, dia dikenal sebagai politikus anti-imigran, anti-Islam, dan terkenal pula dengan sikapnya yang rasis. 

Paludan pernah dihukum penjara karena melakukan aksi rasisme. Dia dijatuhi 14 dakwaan, termasuk rasisme, pencemaran nama baik, dan kecelakaan yang merenggut nyawa seorang pria. Akibatnya, dia dilarang beraktivitas sebagai pengacara selama 3 tahun dan mengemudi selama setahun.

Dia pernah merencanakan unjuk rasa di Berlin, Jerman, pada Oktober 2020 namun dilarang masuk negara itu. Tak sampai di situ, Paludan bersama lima aktivis lainnya ditangkap di Belgia atas tuduhan ingin menyebarkan kebencian dengan membakar Alquran di Brussels.

Editor : Frizky Wibisono

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network